Diberdayakan oleh Blogger.
Posted by : Unknown Selasa, 11 Februari 2014





Definisi Pajak
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (sehingga dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung.Pajak dipungut berdasarkan norma-norma hukum guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum.

Jadi, Pajak merupakan hak prerogatif pemerintah, iuran wajib yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat (wajib pajak) untuk menutupi pengeluaran rutin negara dan biaya pembangunan tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung berdasarkan undang-undang.

Ada bermacam-macam batasan atau definisi tentang pajak menurut para ahli diantaranya adalah :

1. Prof. Dr. P. J. A. Adriani = pajak adalah iuran masrayakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayararnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas-tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.

2. Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH. = pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

3. Sommerfeld Ray M. Anderson Herschel M. & Brock Horace R. = Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang sudah ditentukan dan tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.

4. Smeets = Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terhutang melalui norma-norma umum dan dapat dipaksakan tanpa adanya kontraprestasi yang dapat ditunjukan dalam hak individual untuk membiayai pengeluaran pemerintah

5. Suparman Sumawidjaya = pajak adalah iuran wajib berupa barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma hukum, guna menutup biaya produksi barang dan jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.







DEFINISI PAJAK MENURUT BEBERAPA AHLI EKONOMI
(PENERBIT: ERLANGGA)

Sejak pajak mulai diperhitungkan sebagai salah satu pemasukan paling pengting bagi sebuah negara, banyak ahli ekonomi mengemukakan pendapatnya tentang definisi tentang pajak. Berikut adalah definisi yang dikemukakan beberapa ahli ekonomi :
  • Leroy Beaulieu, seorang sarjana dari Perancis, dalam bukunya yang berjudul Traite de la Science des Finances, 1906 mengemukakan “
“ Pajak adalah bantuan, baik secara langsung maupun tidak yang dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang, untuk menutup belanja pemerintah.”
  • Deutsche Reichs Abgaben Ordnung ( RAO – 1919 ), mendefinisikan pajak sebagai bantuan uang secara insidental atau secara periodik (tanpa kontra prestasi ) yang dipungut oleh badan yang bersifat umum (nagara) untuk memperoleh pendapatan ketika terjadi suatu tatbestand ( sasaran pemajakan) karena undang – undang telah menimbulkan utang pajak.
  • Prof. Edwin R.A Seligman dalam Essay Taxation ( New York, 1925 ) menyatakan :
“ Tax is compulsory Contribution from the person, to the goverment to defray the expenses incurred in the common interest of all, without reference to special benefit conferred.”
Banyak yang keberatan atas kalimat “ without reference “ karena bagaimana pun juga uang pajak tersebut digunakan untuk produksi barang dan jasa, sementara “benefit” yang diperoleh akan diberikan kepada masyarakat, hanya tidak mudah ditunjukan apalagi secara perrangan.
  • Phillip E. Taylor dalam bukunya yang berjudul The Economics of Public Finance, 1984 mengganti kata “without reference “ menjadi “ with little reference “
  • Mr. Dr. N.J Fieldmann dalam bukunya yang berjudul De overheidsmiddelen van Indonesia, Leiden ( 1949 ) memberikan batasan bahwa pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak dan terutang kepada penguasa ( menurut norma – norma yang ditetapkannya secara umum ), tanpa adanya kontra – prestasi, dan semata – mata digunakan untuk menutup pengeluaran – pengeluaran umum.
  • Prof. Dr. M.J.H Smeets dalam bukunya de Economische Betekenis der Belastingen, 1951 adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma – norma umum dan yang dapat dipaksakan tanpa adanya kontra – prestasi yang dapat ditunjukkan dalam kasus yang bersifat individual yang maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah.
  • Dr. Soeparman Soemahamidjaja  dalam disertasinya yang berjudul “ Pajak Berdasarkan Asas Gotong – Royong “, Universitas Padjajaran, Bandung, 1964, menyatakan bahwa pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma – norma hukum, guna menutup biaya produksi barang dan jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.
  • Prof. Dr. P.J.A Adriani beliau pernah menjabat guru besar hukum pajak pada Universitas Amsterdam dan pemimpin International Bureau of Fiscal Documentation di Amsterdam mengatakan bahwa:
“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh mereka yang wajib membayarnya menurut peraturan, tanpa mendapat prestasi kembaliyang langsung dapat ditunjuk dan yang kegunaanya untuk membayai pengeluaran umum terkait dengan tugas negara dalam menyelenggaraan pemerintahan.”
  • Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H dalam bukunya Dasar – Dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan, mendefinisikan pajak sebagai iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang – undang dengan tidak mendapat jasa – jasa timbal yang langsung dapat dirasakan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum.






 Fungsi Pajak

Ada beberapa fungsi pajak yaitu:

  • Fungsi pajak yang pertama adalah sebagai fungsi anggaran atau penerimaan (budgetair): pajak merupakan salah satu sumber dana yang digunakan pemerintah dan bermanfaat untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran. Penerimaan negara dari sektor perpajakan dimasukkan ke dalam komponen penerimaan dalam negeri pada APBN.
  • Fungsi pajak yang kedua adalah sebagai fungsi  mengatur (regulerend) : pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Contohnya adalah pengenaan pajak yang lebih tinggi kepada barang mewah dan minuman keras.
  • Fungsi pajak yang ketiga adalah sebagai fungsi stabilitas : pajak sebagai penerimaan negara dapat digunakan untuk menjalankan kebijakan-kebijakan pemerintah. Contohnya adalah kebijakan stabilitas harga dengan tujuan untuk menekan inflasi dengan cara mengatur peredaran uang di masyarakat lewat pemungutan dan penggunaan pajak yang lebih efisien dan efektif.
  • Fungsi pajak yang keempat adalah fungsi redistribusi pendapatan : penerimaan negara dari pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran umum dan pembangunan nasional sehingga dapat membuka kesempatan kerja dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.

Fungsi anggaran (budgetair)
Sebagai sumber pendapatan negara pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya.

·Fungsi mengatur (regulerend)
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan.

·Fungsi redistribusi pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat

·Fungsi stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan,



ASAS-ASAS PEMUNGUTAN  PAJAK
1.      Asas Keadilan
a.     Menurut Teori yang mendasari  Pengertiannya
1)      Asas Equality
Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu dikenakan pada orang pribadi yang harus sebanding dengan kemampuan membayar pajak (ability to pay) dan sesuai dengan manfaat yang diterima.
2)      Asas Certainty
Penetapan pajak hendaknya tidak sewenang-wenang, jadi wajib pajak harus mengetahui kapan membayar dan batas waktu pembayaran
3)      Asas Convenience of Payment
Kapan Wajib Pajak itu harus membayar pajak sebaiknya sesuai dengan saat-saat yang tidak menyulitkan Wajib Pajak, misalnya pada saat memperoleh penghasilan.
4)      Asas Economy
Secara ekonomi, biaya pemungutan dan pemenuhan kewajiban pajak bagi Wajib Pajak diharapkan seminimum mungkin, demikian pula beban yang dipikul.
b.     Teori yang memisahkan hak negara memungut pajak
1)      Teori Asuransi
Dalam perjanjian asuransi diperlukan pembayaran premi.Premi tersbut dimaksudkan sebagai pembayaran atas usaha melindungi orang dari segala kepentingannya, misalnya keselamatan atau keamanan harta bendanya.Teori asuransi ini menyamakan pembayaran premi dengan pajak.Walaupun kenyataannya menyatakan hal tersebut dengan premi tidaklah tepat.
2)      Teori Kepentingan
Teori kepentingan ini memperhatikan beban pajak yang harus dipungut dari masyarakat. Pembebanan ini harus didasarkan pada kepentingan setiap  orang pada tugas pemerintah termasuk perlindungan jiwa dan raganya. Oleh karena itu, pengeluaran negara untuk melindunginya dibebankan pada masyarakat
3)      Teori Gaya Pikul
Teori ini mengandung bahwa dasar keadilan pemungutan pajak terletak dalam jasa-jasa yang diberikan oleh negara kepada masyarakat berupa perlindungan jiwa dan harta bendanya. Oleh karena itu, untuk kepentingan perlindungan, maka masyarakat akan membayar pajak menurut daya pikul seseorang.
4)      Teori Asas Daya Beli
Teori ini didasarkan pada pendapat bahwa penyelenggaraan kepentingan masyarakat dianggap sebagai dasar keadilan pemungutan pajak yang bukan kepentingan individu atau negara sehingga lebih menitikberatkan pada fungsi mengatur.
2.      Asas Manfaat
Pengenaan pajak hendaknya seimbang dengan keuntungan (manfaat) yang didapat wajib pajak dari jasa-jasa public yang diberikan oleh pemerintah.Berdasarkan criteria ini, maka pajak dikatakan adil bila seseorang yang memperoleh kenikmatan lebih besar dari jasa-jasa publik yang dihasilkan oleh pemerintah dikenakan proporsi lebih besar. PBB menggunakan prinsip benefit dalam mengukur aspek keadilan dalam perpajakan. Fungsi negara adalah memberikan perlindungan terhadap kekayaan warga, dan karenanya pemiliknya berkewajiban ikut membayar keperluan-keperluan negara.
3.      Asas Pembuatan Undang-undang
a.     Asas Yuridis
Untuk menyatakan suatu keadilan, hukum pajak harus memberikan jaminan hokum kepada negara atau warganya.Oleh karena itu, pemungutan pajak harus didasarkan pada undang-undang.Landasan hukum pemungutan pajak di Indonesia adalah pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945.
b.     Asas Ekonomis
Seperti pada uraian sebelumnya, pajak mempunyai fungsi regular dan budgeter.Asas ekonomi ini lebih menekankan pada pemikiran bahwa negara menghendaki agar kehidupan ekonomi masyarakat terus meningkat.Untuk itu, pemungutan pajak harus diupayakan tidak menghambat kelancaran ekonomi sehingga kehidupan ekonomi tidak terganggu.
c.     Asas Finansial
Berkaitan dengan hal ini, fungsi pajak yang terpenting adalah fungsi budgeter nya, yakni untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke dalam kas negara.Sehubungan dengan itu, agar diperoleh hasil yang besar, maka biaya pemungutannya harus sekecil-kecilnya.

4.      Asas yuridiksi pemungutan pajak
a.     Asas Tempat Tinggal
Negara-negara mempunyai hak untuk memungut atas seluruh penghasilan wajib Pajak berdasarkan tempat tinggal Wajib Pajak.Wajib Pajak yang bertempat tinggal di Indonesia dikenai pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh, yang berasal dari Indonesia atau berasal dari luar negeri (Pasal 4 Undang-undang Pajak Penghasilan).
b.     Asas Kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan suatu negara.Asas ini diberlakukan kepada setiap orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia untuk membayar pajak.
c.     Asas Sumber
Negara mempunyai hak untuk memungut pajak atas penghasilan yang bersumber pada suatu negara yang memungut pajak.Dengan demikian Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia dikenai pajak di Indonesian tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.

ASAS PERPAJAKAN

ASAS PEMUNGUTAN PAJAK
Menurut Adam Smith dalam bukunya Wealth of Nations dengan ajaran yang terkenal "The Four Maxims", asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut.
Asas Equality (asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan)
Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak.Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak.

Asas Certainty (asas kepastian hukum)
Semua pungutan pajak harus berdasarkan UU, sehingga bagi yang melanggar akan dapat dikenai sanksi hukum.

Asas Convinience of Payment (asas pemungutan pajak yang tepat waktu atau asas kesenangan)
Pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib pajak (saat yang paling baik), misalnya disaat wajib pajak baru menerima penghasilannya atau disaat wajib pajak menerima hadiah.

Asas Effeciency (asas efesien atau asas ekonomis)
Biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak.

ASAS PENGENAAN PAJAK
Terdapat beberapa asas yang dapat dipakai oleh negara sebagai asas dalam menentukan wewenangnya untuk mengenakan pajak, khususnya untuk pengenaan pajak penghasilan. Asas utama yang paling sering digunakan oleh negara sebagai landasan untuk mengenakan pajak adalah:

Asas domisili atau disebut juga asas kependudukan (domicile/residence principle) Berdasarkan asas ini negara akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan, apabila untuk kepentingan perpajakan, orang pribadi tersebut merupakan penduduk (resident) atau berdomisili di negara itu atau apabila badan yang bersangkutan berkedudukan di negara itu.

Asas sumber
Negara yang menganut asas sumber akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan hanya apabila penghasilan yang akan dikenakan pajak itu diperoleh atau diterima oleh orang pribadi atau badan yang bersangkutan dari sumber-sumber yang berada di negara itu.

Asas kebangsaan atau asas nasionalitas atau disebut juga asas kewarganegaraan (nationality/citizenship principle).
Dalam asas ini, yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah status kewarganegaraan dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan.




HUKUM FORMIL DAN MATERIAL
Peraturan pajak dapat dibagi menjadi dua, yaitu hukum formil dan materil.
Hukum pajak formil mengatur tentang kewajiban dan hak wajib pajak (WP), meliputi bagaimana suatu kewajiban ditunaikan, sanksi yang dikenakan apabila kewajiban tidak ditunaikan, serta hal-hal mengenai hak wajib pajak.
Hukum pajak materil mengatur tentang hal-hal substantif pemungutan pajak meliputi siapa yang dikenakan pajak (subjek pajak), atas apa ia dikenakan pajak (objek pajak), dan berapa besarnya pajak yang dikenakan (tarif pajak).
Pada pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN), hukum pajak formil dan materil terpisah. Hukum pajak formil untuk kedua jenis pajak tersebut adalah UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) sebagaimana diubah terakhir dengan UU No16 Tahun 2009. Artinya, kewajiban dan hak WP dalam urusan PPh dan PPN dapat kita temukan pada UU KUP.
Berbeda dengan hukum pajak formil, hukum pajak materil PPh terpisah dengan hukum pajak materil PPN.  Hukum pajak materil PPh adalah UU No. 7 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008, sedangkan untuk PPN adalah UU No. 8 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan UU No. 42 Tahun 2009.
Bagaimana dengan PBB, BPHTB, dan Bea Meterai?
Pada ketiga jenis pajak di atas, Undang-Undang yang mengaturnya berisi hukum pajak formil dan materil.Alasannya penggabungan tersebut adalah kesederhanaan ketentuan di dalamnya sehingga dapat disatukan.Sementara itu, alasan pemisahan hukum formil ketiga jenis pajak tersebut dari hukum formil PPh dan PPN adalah perbedaan ketentuan di dalamnya sehingga harus dipisahkan.
Untuk mengetahui peraturan pajak, Anda dapat berkunjung ke http://ortax.org/ortax/?mod=aturan
Jika ingin mencari UU KUP, pilih Topik = KUP dan Jenis = Undang-Undang. Klik salah satu peraturan yang keluar.Jangan kuatir peraturan tersebut sudah diperbaharui atau tidak berlaku lagi, sebab Ortax.org menyediakan menu status di bagian atas. Jika pada menu status tertera peraturan lain, berarti peraturan yang kita klik tadi sudah digantikan dengan peraturan pada menu status tersebut.

Hukum Pajak Materil dan Formil

Hukum Pajak mengatur hubungan antara pemerintah (fiscus) selaku pemungut pajak dengan rakyat sebagai Wajib Pajak. Ada 2 macam hukum pajak yaitu:
1. Hukum pajak materil, yaitu memuat norma-norma yang menerangkan antara lain keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenai pajak (objek pajak), siapa yang dikenakan pajak (subjek), berapa besar pajak yang dikenakan (tarif), segala sesuatu tentang timbul dan hapusnya utang pajak, dan hubungan hukum antara pemerintah dan Wajib Pajak. Contoh: Undang-undang Pajak Penghasilan.
2. Hukum pajak formil, memuat bentuk/ tata cara untuk mewujudkan hukum materil menjadi kenyataan (cara melaksanakan hukum pajak materil). Hukum iini memuat antara lain:
a. Tata cara penyelanggaraan (prosedur) penetapan suatu utang pajak.
b. Hak fiskus untuk mengadakan pengawasan terhadap para Wajib Pajak mengenai keadaan, perbuatan dna peristiwa yang menimbulkan utang pajak.
c. Kewajiban Wajib Pajak misalnya menyelenggarakan pembukuan/pencatatan, dan hak-hak Wajib Pajak misalnya mengajukan keberatan atau banding. Contoh: Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Pada pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN), hukum pajak formil dan materil terpisah. Hukum pajak formil untuk kedua jenis pajak tersebut adalah UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) sebagaimana diubah terakhir dengan UU No16 Tahun 2009. Artinya, kewajiban dan hak WP dalam urusan PPh dan PPN dapat kita temukan pada UU KUP.
Berbeda dengan hukum pajak formil, hukum pajak materil PPh terpisah dengan hukum pajak materil PPN.  Hukum pajak materil PPh adalah UU No. 7 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008, sedangkan untuk PPN adalah UU No. 8 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan UU No. 42 Tahun 2009.
Paparan diatas adalah Sambutan dari Kepala Sub-Direktorat Peraturan KUP dan PPSP Direktorat Peraturan Perpajakan I dalam acara Pembukaan DTSS Manajemen Waskon Angkatan II dan DTSS KUP Menengah Angkatan II di Aula Gedung B BPPK. DTSS Manajemen Waskon Angkatan II dan DTSS KUP Menengah Angkatan II yang diselenggarakan oleh Pusdiklat Pajak mulai tanggal 13  sampai dengan 17 Mei 2013 di Gedung A BPPK dibuka secara resmi oleh Kepala Sub-Direktorat Peraturan KUP dan PPSP Direktorat Peraturan Perpajakan I DJP.



TEORI-TEORI PEMUNGUTAN PAJAK

Atas dasar apakah negara mempunyai hak untuk memungut pajak..? terdapat beberapa teori yang menjelaskan atau memberikan justifikasi hak kepada negara untuk memungut pajak. Teori-teori tersebut antara lain adalah :
1.Teori Asuransi
Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak rakyatnya.Oleh karena itu rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut.
2.Teori Kepentingan
Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan (misalnya perlindungan) masing-masing orang, semakin besar kepentingan seseorang terhadap negara, makin tinggi pajak yang harus dibayar.
3.Teori Daya Pikul
Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang. Untuk mengukur daya pikul dapat digunakan 2 pendekatan yaitu:
·Unsur objektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki oleh seseorang.
·Unsur subjektif, dengan memperhatikan besarnya kebutuhan materiil yang harus dipenuhi.
4.Teori Bakti
Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dapat negaranya.Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai suatu kewajiban.
5.Teori Asas Daya Beli
Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak.Maksudnya memungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara.Selanjutnya negara akam menyalurkannya kembali ke masyarakat dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian kepentingan seluruh masyarakat lebih diutamakan


TEORI-TEORI PEMUNGUTAN PAJAK

I.              Pendahuluan
Berbagai teori yang dikemukakan oleh para ahli fisuf tentang asal mula negara dan kedaulatan, baik teori yang dikemukakan oleh Thomas Hobbes, John Locke, dan Jean Jacques Rousseau pada akhirnya berkesimpulan bahwa jauh sebelum zaman Romawi dan Yunani Kuno serta zaman Fir’aun di Mesir, telah ada suatu wadah yang menguasai dan memerintah penduduk.
Le Contract Social atau perjanjian masyarakat yang dikemukakan oleh Rousseau adalah teori yang menjawab pertanyaan mengapa penduduk atau rakyat harus patuh pada pemerintah negaranya. Dalam teori ini Rousseau memfiksikan bahwa penduduk di zaman dahulu yang hidupnya di dalam gua-gua atau di atas pohon dan bukit serta terpisah dalam kelompok-kelompok kecil, akan merasa lebih kuat apabila mereka bersatu, baik dalam menghadapi musuh, binatang buas maupun bencana alam. McConnell dan Brue mengemukakan fungsi pemerintah di bidang ekonomi (the economic functions of government). Salah satu fungsi[1][1] tersebut ada kaitannya dengan perpajakan yakni redistributing income and wealth, dimana pajak khususnya penerapan tarif pajak yang progresif akan dapat mewujudkan fungsi ini.
Ada berbagai sumber Penghasilan suatu negara, antara lain:
1.    Kekayaan alam
2.    Laba Perusahaan Negara
3.    Royalti
4.    Retribusi
5.    Kontribusi
6.    Bea
7.    Cukai
8.    Denda
9.    Pajak

Negara yang dikaruniai hasil alam yang melimpah, selain hasilnya untuk kebutuhan negerinya sendiri, juga dapat menjual hasil alam tersebut ke negara lain. Hasil penjulan itu dapat merupakan penghasian atau pendapatan negaranya.
Negara dapat membentuk perusahaan dalam bentuk Perusahaan Negara, yang di Indonesia dikenal sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Laba dari BUMN dapat merupakan penghasilan negara. BUMN didirikan dengan UU No. 9 tahun 1969, Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 1969 tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara, dimana Perusahaan Negara dibedakan menjadi:
1.    Perusahaan Jawatan (Perjan)
2.    Perusahaan Umum (Perum)
3.    Perusahaan Perseroan (Persero)

Selanjutnya negara dapat memberikan hak kepada pihak ketiga seperti swasta asing, domestik untuk mengolah dan mengusahakan alam, hutan dengan berbagai hasil kayunya, tanah dengan berbagai hasil tambangnya, serta laut dengan berbagai jenis ikannya.
Pemberian hak izin oleh pemerintah pusat maupun daerah kepada pihak swasta untuk mengusahaan alam misalnya mengusahakan hutan, menimbulkan suatu kewajiban membayar sejumlah uang tertentu kepada negara, yang disebut royalti. Royalti disini adalah imbalan karena mendapat izin dari Pemda untuk mngelola hasil alam.
Dalam memberikan jasa-jasa tertentu, negara dapat melakukan pungutan yang disebut retribusi kepada penduduk tertentu yang langsung menikmati jasa yang diberikan negara, misalnya retribusi sampah, penggunaan areal parkir, dll.
Kontribusi adalah pungutan yang diakukan pemerintah kepada sejumlah penduduk yang menggunakan fasilitas yang telah disediakan oleh pemerintah. Dalam menyediakan fasiitas tersebut pemerintah telah mengeluarkan sejumlah biaya. Kontribusi yang dipungut adalah untuk mengganti biaya yang telah dikeluarkan pemerintah.
Pemerintah berwenang untuk memungut bea pada waktu ada barang-barang yang masuk atau keluar daerah.
Pemerintah juga berwenang untuk memungut cukai pada waktu pembuatan rokok, gula, alkohol, dll.
Pemerintah berwenang untuk mengenakan denda kepada penduduk yang melanggar ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah. Misalnya denda karena melanggar rambu lalu lintas.
Yang akan menjadi perhatian dalam makalah ini adalah salah satu sumber penghasilan negara, yang sejarahnya dikenal di seluruh dunia, yakni pajak-pajak dengan segala bentuk dan jenisnya, yang telah berkembang melalui berbagai tingkat perjuangan dan tidak mustahil berlumuran keringat dan darah bagi pembayarnya, tapi penuh kenikmatan dan kemewahan bagi para pemungutnya, hal ini terjadi pada Kerajaan-kerajaan yang menganut absolut monarki, misalnya Perancis dibawah Louis XIV (1638-1715).
Sebagai suatu beban, pada mulanya eksistensi pajak menimbulkan pro dan kontra. Yang pro pada umumnya adalah penguasa seperti raja dan bangsawan, sedangkan yang kontra adalah rakyat biasa yang memikul beban pajak tersebut seperti petani, nelayan dan pedagang.

II.            Pembahasan
Makalah ini akan mengemukakan asas-asas pemungutan pajak dan alasan-alasan yang menjadi dasar bagi fiskus suatu negara sehingga menyebabkan fiskus/negara yang bersangkutan merasa punya wewenang untuk memungut pajak dari penduduk wilayahnya. Dengan kata lain apakah yang menjadi dasar bagi fiskus suatu negara sehingga fiskus tersebut beranai mengambil dengan paksa harta atau penghasilan penduduknya? Atau secara mudah dirumuskan apakah yang menjadi justifikasi dari pemungutan pajak?
 Untuk mendapatkan justifikasi pemungutan pajak maka dalam hukum pajak telah timbul beberapa teori yang termasuk dalam asas pemungutan pajak menurut falsafah hukum, yakni:
1.    Teori asuransi
2.    Teori kepentingan
3.    Teori bakti
4.    Teori gaya pikul
5.    Teori asas gaya pikul[2][2]
6.    Teori pembangunan

1.    Teori Asuransi
Mengapa fiskus suatu negara berhak memungut pajak dari penduduknya? Menurut teori asuransi, fiskus berhak memungut pajak dari penduduk, karena negara dianggap identik dengan perusahaan asuransi dan wajib pajak adalah tertanggung yang wajib membayar premi dalam hal ini pajak. Negara yang berhak memungut pajak itu, menurut teori ini, melindungi segenap rakyatnya.
Namun teori ini mempunyai kelemahan, antara lain tidak adanya imbalan yang akan diberikan negara jika tertanggung dalam hal ini wajib pajak menderita resiko. Sebab sebagaimana kenyataannya, negara tidak pernah memberi uang santunan kepada wajib pajak yang tertimpa musibah. Lagi pula kalau ada imbalan dalam pajak, maka hal itu sebenarnnya bertentangan dengan definisi pajak itu sendiri.

2.    Teori Kepentingan
Para penganut teori ini mengatakan, bahwa negara berhak memungut pajak dari penduduknya, karena penduduk negara tersebut mempunyai kepentingan kepada negara. Makin besar kepentingan penduduk kepada negara, maka makin besar pula perlindungan negara kepadanya.
Sama dengan teori asuransi, teori ini mempunyai kelemahan antara lain tentang fungsi negara untuk melindungi segenap rakyatnya. Negara tidak boleh memilih-milih dalam melindungi penduduknya. Jika misalnya di suatu RT terjadi kebakaran, apakah hanya mereka yang sudah bayar pajak yang dibantu dan diselamatkan oleh petugas mobil kebakaran?
Disamping itu jika ditinjau dari unsur definisi pajak, maka adanya hubungan langsung atau kontra prestasi (dalam hal ini kepentingan waji pajak) telah menggugurkan eksistensi pajak itu sendiri.

3.    Teori Bakti
Teori ini boleh dikatakan sama dengan teori kedaulatan negara pada mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum. Penduduk harus tunduk atau patuh kepada negara, karena negara sebagai suatu lembaga atau organisasi sudah eksis, sudah ada dalam kenyataannya. Teori bakti mengajarkan, bahwa penduduk adalah bagian dari suatu negara, penduduk terikat pada keberadaan negara, karenannya penduduk wajib membayar pajak, wajib berbakti kepada negara.
Penganut teori bakti menganjurkan untuk membayar pajak kepada negara dengan tidak bertanya-tanya lagi apa yang menjadi dasar bagi negara untu memungut pajak. Karena organisasi atau lembaga yakni negara telah ada sebagai suatu kenyataan, maka penduduknya wajib secara mutlak membayar pajak, wajib berbakti kepada negara.

4.    Teori Gaya Pikul
Teori gaya pikul sebenarnya tidak memberikan jawaban atas justifikasi pemungutan pajak. Teori ini hanya mengusulkan supaya dalam memungut pajak, pemerintah harus memperhatikan daya pikul dari wajib pajak. Jadi wajib pajak membayar pajak sesuai dengan daya pikulnya.
Ajaran teori ini ternyata masih dapat bertahan sampai sekarang, yakni seorang wajib pajak tidak akan dikenakan pajak penghasilan atas seluruh penghasilan kotornya. Suatu jumlah yang dibutuhkan untuk mempertahankan hidupnya haruslah dikeluarkan terlebih dahulu sebelum dikenakan tarif pajak.
Jumlah yang dikeluarkan itu disebut penghasilan tidak kena pajak, kebutuhan minimum kehidupan atau pendapatan bebas pajak.

5.    Teori Asas Gaya Beli
Menurut teori ini justifikasi pemungutan pajak terletak pada efek atau akibat pemungutan pajak. Di hampir seluruh negara pemungutan pajak membawa efek atau akibat yang positif. Misalnya tersedianya dana yang cukup untuk membiayai pengeluaran umum negara. Karena efeknya baik, maka pemungutan pajak adalah juga bersifat baik.

6.    Teori Pembangunan
Teori –teori yang disebutkan di atas berusaha memberi justifikasi kepada pemerintah unutk memungut pajak. Untuk Indonesia justifikasi yang paling tepat adalah pembangunan, pajak dipungut untuk pembangunan. Dalam kata pembangunan terkandung pengertian tentang masyarakat yang adil, makmur, sejahtera lahir batin, yang jika dirinci lebih lanjut akan meliputi semua bidang dan aspek kehidupan seperti ekonomi, hukum, pendidikan sosial budaya dst. Karena dana yang dipungut yang berasal dari pajak dipergunakan untuk pembangunan yang membuat rakyat menjadi lebih adil, lebih makmur dan lebih sejahtera, maka di sinilah letak justifikasinya. Pajak dipergunakan untuk pembangunan, sehingga dapatlah dikatakan adanya suatu teori pembangunan disamping teori gaya beli dan teori lainnya yang disebut di atas.
Selain teori-teori yang telah dikemukakan di atas, masih ada teori dalam perumusan atau nama lain yang memberi pembenaran secara filosofis terhadap pemungutan pajak yakni exchange atau contracti atau reciprocity theory dan organic theory.
Exchange atau contract atau reciprocity theory mengajarkan bahwa pajak adalah semata-mata suatu jumlah tertentu yang diberikan penduduk kepada pemerintah untuk mengganti jasa pemerintah yang bertugas antara lain melindungi penduduk.
Organic theory mengajarkan bahwa penduduk secara bersama-sama mempunyai kewajiban secara alamiah untuk menunjang negara dengan cara membayar pajak. Ajaran ini juga mengakui adanya timbal balik antara pemerintah dan penduduk, melainkan penduduk dalam arti bersama-sama.
Selain asas pemungutan pajak menurut falsafah hukum, masih ada tiga asa pemungutan pajak yakni:
Asas Yuridis
Asas ini mengemukakan supaya pemngutan pajak harus didasarkan pada undang-undang. Untuk Indonesia hal ini sesuai dengan delapan kata yang tercantum dalam pasal 23 ayat 1 UUD 1945 yang berbunyia: “Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang”.
Walaupun sampai dengan awal tahun 2003 naskah UUD 1945 telah mengalami empat kali perubahan, akan tetapi rumusan pasal, Pasal 23 ayat 2 dan penjelasannya tidaklha berubah.
Sampai dengan akhir tahun 2002, terdapat sembilan undang-undang perpajakan sebagai undang-undang organik dari pasal 23 UUD 1945. Dalam GBHN 1988 pernah disebutkan bahwa: “Semua jenis pungutan dan pajak harus didasarkan atas peraturan perundang-undangan” dan bahwa, “Pungutan yang tidak berdasarkan undang-undang harus dicegah untuk menghindari ekonomi biaya tinggi dan memberatkan masyarakat banyak”. Amanat ini sebenarnya merupakan penekanan dari pasal 23 Uud1945.
Asas Ekonomis
Asas ini menekankan supaya pemungutan pajak jangan sampai menghalang-halangi prodksi dan perekonomian rakyat.
Asas Finansial
Asas ini menekankan supaya biaya-biaya yang dikeluarkna untuk memungut pajak haruslahh jauh lebih rendah daripada jumlah pajak yang terpungut.





Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

affiliates

Popular Posts

Teman

- Copyright © 2013 Akatsuki Sasori V.1- Powered by Johanes Djogan - Original by Nurilhuda - Design by V-C [ Vianz-Cyber4rt ] -