Posted by : Unknown
Selasa, 11 Februari 2014
Definisi
Pajak
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas
negara berdasarkan undang-undang (sehingga dapat dipaksakan) dengan tiada
mendapat balas jasa secara langsung.Pajak dipungut berdasarkan norma-norma
hukum guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk
mencapai kesejahteraan umum.
Jadi, Pajak merupakan hak prerogatif pemerintah, iuran wajib yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat (wajib pajak) untuk menutupi pengeluaran rutin negara dan biaya pembangunan tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung berdasarkan undang-undang.
Ada bermacam-macam batasan atau definisi tentang pajak menurut para ahli diantaranya adalah :
1. Prof. Dr. P. J. A. Adriani = pajak adalah iuran masrayakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayararnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas-tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
2. Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH. = pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
3. Sommerfeld Ray M. Anderson Herschel M. & Brock Horace R. = Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang sudah ditentukan dan tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.
4. Smeets = Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terhutang melalui norma-norma umum dan dapat dipaksakan tanpa adanya kontraprestasi yang dapat ditunjukan dalam hak individual untuk membiayai pengeluaran pemerintah
5. Suparman Sumawidjaya = pajak adalah iuran wajib berupa barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma hukum, guna menutup biaya produksi barang dan jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.
Jadi, Pajak merupakan hak prerogatif pemerintah, iuran wajib yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat (wajib pajak) untuk menutupi pengeluaran rutin negara dan biaya pembangunan tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung berdasarkan undang-undang.
Ada bermacam-macam batasan atau definisi tentang pajak menurut para ahli diantaranya adalah :
1. Prof. Dr. P. J. A. Adriani = pajak adalah iuran masrayakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayararnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas-tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
2. Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH. = pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
3. Sommerfeld Ray M. Anderson Herschel M. & Brock Horace R. = Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang sudah ditentukan dan tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.
4. Smeets = Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terhutang melalui norma-norma umum dan dapat dipaksakan tanpa adanya kontraprestasi yang dapat ditunjukan dalam hak individual untuk membiayai pengeluaran pemerintah
5. Suparman Sumawidjaya = pajak adalah iuran wajib berupa barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma hukum, guna menutup biaya produksi barang dan jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.
DEFINISI PAJAK MENURUT BEBERAPA AHLI EKONOMI
(PENERBIT:
ERLANGGA)
Sejak pajak mulai diperhitungkan
sebagai salah satu pemasukan paling pengting bagi sebuah negara, banyak ahli
ekonomi mengemukakan pendapatnya tentang definisi tentang pajak. Berikut adalah
definisi yang dikemukakan beberapa ahli ekonomi :
- Leroy Beaulieu, seorang sarjana dari Perancis, dalam bukunya yang berjudul Traite de la Science des Finances, 1906 mengemukakan “
“ Pajak adalah bantuan, baik secara
langsung maupun tidak yang dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau
dari barang, untuk menutup belanja pemerintah.”
- Deutsche Reichs Abgaben Ordnung ( RAO – 1919 ), mendefinisikan pajak sebagai bantuan uang secara insidental atau secara periodik (tanpa kontra prestasi ) yang dipungut oleh badan yang bersifat umum (nagara) untuk memperoleh pendapatan ketika terjadi suatu tatbestand ( sasaran pemajakan) karena undang – undang telah menimbulkan utang pajak.
- Prof. Edwin R.A Seligman dalam Essay Taxation ( New York, 1925 ) menyatakan :
“ Tax is compulsory Contribution
from the person, to the goverment to defray the expenses incurred in the common
interest of all, without reference to special benefit conferred.”
Banyak yang keberatan atas kalimat “
without reference “ karena bagaimana pun juga uang pajak tersebut digunakan
untuk produksi barang dan jasa, sementara “benefit” yang diperoleh akan
diberikan kepada masyarakat, hanya tidak mudah ditunjukan apalagi secara
perrangan.
- Phillip E. Taylor dalam bukunya yang berjudul The Economics of Public Finance, 1984 mengganti kata “without reference “ menjadi “ with little reference “
- Mr. Dr. N.J Fieldmann dalam bukunya yang berjudul De overheidsmiddelen van Indonesia, Leiden ( 1949 ) memberikan batasan bahwa pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak dan terutang kepada penguasa ( menurut norma – norma yang ditetapkannya secara umum ), tanpa adanya kontra – prestasi, dan semata – mata digunakan untuk menutup pengeluaran – pengeluaran umum.
- Prof. Dr. M.J.H Smeets dalam bukunya de Economische Betekenis der Belastingen, 1951 adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma – norma umum dan yang dapat dipaksakan tanpa adanya kontra – prestasi yang dapat ditunjukkan dalam kasus yang bersifat individual yang maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah.
- Dr. Soeparman Soemahamidjaja dalam disertasinya yang berjudul “ Pajak Berdasarkan Asas Gotong – Royong “, Universitas Padjajaran, Bandung, 1964, menyatakan bahwa pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma – norma hukum, guna menutup biaya produksi barang dan jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.
- Prof. Dr. P.J.A Adriani beliau pernah menjabat guru besar hukum pajak pada Universitas Amsterdam dan pemimpin International Bureau of Fiscal Documentation di Amsterdam mengatakan bahwa:
“Pajak adalah iuran kepada negara
(yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh mereka yang wajib membayarnya
menurut peraturan, tanpa mendapat prestasi kembaliyang langsung dapat ditunjuk
dan yang kegunaanya untuk membayai pengeluaran umum terkait dengan tugas negara
dalam menyelenggaraan pemerintahan.”
- Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H dalam bukunya Dasar – Dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan, mendefinisikan pajak sebagai iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang – undang dengan tidak mendapat jasa – jasa timbal yang langsung dapat dirasakan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Fungsi Pajak
Ada beberapa fungsi pajak yaitu:
- Fungsi pajak yang pertama adalah sebagai fungsi anggaran atau penerimaan (budgetair): pajak merupakan salah satu sumber dana yang digunakan pemerintah dan bermanfaat untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran. Penerimaan negara dari sektor perpajakan dimasukkan ke dalam komponen penerimaan dalam negeri pada APBN.
- Fungsi pajak yang kedua adalah sebagai fungsi mengatur (regulerend) : pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Contohnya adalah pengenaan pajak yang lebih tinggi kepada barang mewah dan minuman keras.
- Fungsi pajak yang ketiga adalah sebagai fungsi stabilitas : pajak sebagai penerimaan negara dapat digunakan untuk menjalankan kebijakan-kebijakan pemerintah. Contohnya adalah kebijakan stabilitas harga dengan tujuan untuk menekan inflasi dengan cara mengatur peredaran uang di masyarakat lewat pemungutan dan penggunaan pajak yang lebih efisien dan efektif.
- Fungsi pajak yang keempat adalah fungsi redistribusi pendapatan : penerimaan negara dari pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran umum dan pembangunan nasional sehingga dapat membuka kesempatan kerja dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.
Fungsi anggaran (budgetair)
Sebagai sumber pendapatan negara pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya.
·Fungsi mengatur (regulerend)
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan.
·Fungsi redistribusi pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat
·Fungsi stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan,
Sebagai sumber pendapatan negara pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya.
·Fungsi mengatur (regulerend)
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan.
·Fungsi redistribusi pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat
·Fungsi stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan,
ASAS-ASAS PEMUNGUTAN PAJAK
1. Asas Keadilan
a. Menurut Teori yang mendasari Pengertiannya
1) Asas Equality
Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu
dikenakan pada orang pribadi yang harus sebanding dengan kemampuan membayar
pajak (ability to pay) dan sesuai dengan manfaat yang diterima.
2) Asas Certainty
Penetapan pajak hendaknya tidak sewenang-wenang, jadi wajib
pajak harus mengetahui kapan membayar dan batas waktu pembayaran
3) Asas Convenience of Payment
Kapan Wajib Pajak itu harus membayar pajak sebaiknya sesuai
dengan saat-saat yang tidak menyulitkan Wajib Pajak, misalnya pada saat
memperoleh penghasilan.
4) Asas Economy
Secara ekonomi, biaya pemungutan dan pemenuhan kewajiban
pajak bagi Wajib Pajak diharapkan seminimum mungkin, demikian pula beban yang
dipikul.
b. Teori yang memisahkan hak negara memungut pajak
1) Teori Asuransi
Dalam perjanjian asuransi diperlukan pembayaran premi.Premi
tersbut dimaksudkan sebagai pembayaran atas usaha melindungi orang dari segala
kepentingannya, misalnya keselamatan atau keamanan harta bendanya.Teori
asuransi ini menyamakan pembayaran premi dengan pajak.Walaupun kenyataannya
menyatakan hal tersebut dengan premi tidaklah tepat.
2) Teori Kepentingan
Teori kepentingan ini memperhatikan beban pajak yang harus
dipungut dari masyarakat. Pembebanan ini harus didasarkan pada kepentingan
setiap orang pada tugas pemerintah termasuk perlindungan jiwa dan
raganya. Oleh karena itu, pengeluaran negara untuk melindunginya dibebankan
pada masyarakat
3) Teori Gaya Pikul
Teori ini mengandung bahwa dasar keadilan pemungutan pajak
terletak dalam jasa-jasa yang diberikan oleh negara kepada masyarakat berupa
perlindungan jiwa dan harta bendanya. Oleh karena itu, untuk kepentingan
perlindungan, maka masyarakat akan membayar pajak menurut daya pikul seseorang.
4) Teori Asas Daya Beli
Teori ini didasarkan pada pendapat bahwa penyelenggaraan
kepentingan masyarakat dianggap sebagai dasar keadilan pemungutan pajak yang
bukan kepentingan individu atau negara sehingga lebih menitikberatkan pada
fungsi mengatur.
2. Asas Manfaat
Pengenaan pajak hendaknya seimbang dengan keuntungan
(manfaat) yang didapat wajib pajak dari jasa-jasa public yang diberikan oleh
pemerintah.Berdasarkan criteria ini, maka pajak dikatakan adil bila seseorang
yang memperoleh kenikmatan lebih besar dari jasa-jasa publik yang dihasilkan
oleh pemerintah dikenakan proporsi lebih besar. PBB menggunakan prinsip benefit
dalam mengukur aspek keadilan dalam perpajakan. Fungsi negara adalah memberikan
perlindungan terhadap kekayaan warga, dan karenanya pemiliknya berkewajiban
ikut membayar keperluan-keperluan negara.
3. Asas Pembuatan Undang-undang
a. Asas Yuridis
Untuk menyatakan suatu keadilan, hukum pajak harus
memberikan jaminan hokum kepada negara atau warganya.Oleh karena itu,
pemungutan pajak harus didasarkan pada undang-undang.Landasan hukum pemungutan
pajak di Indonesia adalah pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945.
b. Asas Ekonomis
Seperti pada uraian sebelumnya, pajak mempunyai fungsi
regular dan budgeter.Asas ekonomi ini lebih menekankan pada pemikiran bahwa
negara menghendaki agar kehidupan ekonomi masyarakat terus meningkat.Untuk itu,
pemungutan pajak harus diupayakan tidak menghambat kelancaran ekonomi sehingga
kehidupan ekonomi tidak terganggu.
c. Asas Finansial
Berkaitan dengan hal ini, fungsi pajak yang terpenting
adalah fungsi budgeter nya, yakni untuk memasukkan uang
sebanyak-banyaknya ke dalam kas negara.Sehubungan dengan itu, agar diperoleh
hasil yang besar, maka biaya pemungutannya harus sekecil-kecilnya.
4.
Asas yuridiksi pemungutan pajak
a. Asas Tempat Tinggal
Negara-negara mempunyai hak untuk memungut atas seluruh
penghasilan wajib Pajak berdasarkan tempat tinggal Wajib Pajak.Wajib Pajak yang
bertempat tinggal di Indonesia dikenai pajak atas penghasilan yang diterima
atau diperoleh, yang berasal dari Indonesia atau berasal dari luar negeri
(Pasal 4 Undang-undang Pajak Penghasilan).
b. Asas Kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan suatu negara.Asas ini
diberlakukan kepada setiap orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia
untuk membayar pajak.
c. Asas Sumber
Negara mempunyai hak untuk memungut pajak atas penghasilan
yang bersumber pada suatu negara yang memungut pajak.Dengan demikian Wajib
Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia dikenai pajak di
Indonesian tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.
ASAS PERPAJAKAN
ASAS PEMUNGUTAN PAJAK
Menurut Adam Smith dalam bukunya Wealth of Nations dengan
ajaran yang terkenal "The Four Maxims", asas pemungutan pajak
adalah sebagai berikut.
Asas Equality (asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan)
Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan
kemampuan dan penghasilan wajib pajak.Negara tidak boleh bertindak
diskriminatif terhadap wajib pajak.
Asas Certainty (asas kepastian hukum)
Semua pungutan pajak harus berdasarkan UU, sehingga bagi yang
melanggar akan dapat dikenai sanksi hukum.
Asas Convinience of Payment (asas pemungutan pajak yang tepat waktu atau asas kesenangan)
Pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib pajak (saat
yang paling baik), misalnya disaat wajib pajak baru menerima penghasilannya atau
disaat wajib pajak menerima hadiah.
Asas Effeciency (asas efesien atau asas ekonomis)
Biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai
terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak.
ASAS PENGENAAN PAJAK
Terdapat beberapa asas yang dapat dipakai oleh negara sebagai asas
dalam menentukan wewenangnya untuk mengenakan pajak, khususnya untuk pengenaan
pajak penghasilan. Asas utama yang paling sering digunakan oleh negara sebagai
landasan untuk mengenakan pajak adalah:
Asas domisili atau disebut juga asas kependudukan (domicile/residence principle) Berdasarkan asas ini negara akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan, apabila untuk kepentingan perpajakan, orang pribadi tersebut merupakan penduduk (resident) atau berdomisili di negara itu atau apabila badan yang bersangkutan berkedudukan di negara itu.
Asas sumber
Negara yang menganut asas sumber akan mengenakan pajak atas suatu
penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan hanya apabila
penghasilan yang akan dikenakan pajak itu diperoleh atau diterima oleh orang
pribadi atau badan yang bersangkutan dari sumber-sumber yang berada di negara
itu.
Asas kebangsaan atau asas nasionalitas atau disebut juga asas kewarganegaraan (nationality/citizenship principle).
Dalam asas ini, yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah status
kewarganegaraan dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan.
HUKUM
FORMIL DAN MATERIAL
Peraturan pajak dapat dibagi menjadi
dua, yaitu hukum formil dan materil.
Hukum pajak formil mengatur tentang
kewajiban dan hak wajib pajak (WP), meliputi bagaimana suatu kewajiban
ditunaikan, sanksi yang dikenakan apabila kewajiban tidak ditunaikan, serta
hal-hal mengenai hak wajib pajak.
Hukum pajak materil mengatur tentang
hal-hal substantif pemungutan pajak meliputi siapa yang dikenakan pajak (subjek
pajak), atas apa ia dikenakan pajak (objek pajak), dan berapa besarnya pajak
yang dikenakan (tarif pajak).
Pada pajak penghasilan (PPh) dan
pajak pertambahan nilai (PPN), hukum pajak formil dan materil terpisah. Hukum
pajak formil untuk kedua jenis pajak tersebut adalah UU No. 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) sebagaimana diubah
terakhir dengan UU No16 Tahun 2009. Artinya, kewajiban dan hak WP dalam urusan
PPh dan PPN dapat kita temukan pada UU KUP.
Berbeda dengan hukum pajak formil,
hukum pajak materil PPh terpisah dengan hukum pajak materil PPN. Hukum
pajak materil PPh adalah UU No. 7 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan
UU No. 36 Tahun 2008, sedangkan untuk PPN adalah UU No. 8 Tahun 1983
sebagaimana diubah terakhir dengan UU No. 42 Tahun 2009.
Bagaimana dengan PBB, BPHTB, dan Bea
Meterai?
Pada ketiga jenis pajak di atas,
Undang-Undang yang mengaturnya berisi hukum pajak formil dan materil.Alasannya
penggabungan tersebut adalah kesederhanaan ketentuan di dalamnya sehingga dapat
disatukan.Sementara itu, alasan pemisahan hukum formil ketiga jenis pajak
tersebut dari hukum formil PPh dan PPN adalah perbedaan ketentuan di dalamnya
sehingga harus dipisahkan.
Untuk mengetahui peraturan pajak,
Anda dapat berkunjung ke http://ortax.org/ortax/?mod=aturan
Jika ingin mencari UU KUP, pilih
Topik = KUP dan Jenis = Undang-Undang. Klik salah satu peraturan yang
keluar.Jangan kuatir peraturan tersebut sudah diperbaharui atau tidak berlaku
lagi, sebab Ortax.org menyediakan menu status di bagian atas. Jika pada menu
status tertera peraturan lain, berarti peraturan yang kita klik tadi sudah
digantikan dengan peraturan pada menu status tersebut.
Hukum Pajak Materil dan Formil
Hukum Pajak mengatur hubungan antara
pemerintah (fiscus) selaku pemungut pajak dengan rakyat sebagai Wajib Pajak.
Ada 2 macam hukum pajak yaitu:
1. Hukum pajak materil, yaitu memuat
norma-norma yang menerangkan antara lain keadaan, perbuatan, peristiwa hukum
yang dikenai pajak (objek pajak), siapa yang dikenakan pajak (subjek), berapa
besar pajak yang dikenakan (tarif), segala sesuatu tentang timbul dan hapusnya
utang pajak, dan hubungan hukum antara pemerintah dan Wajib Pajak. Contoh:
Undang-undang Pajak Penghasilan.
2. Hukum pajak formil, memuat bentuk/ tata
cara untuk mewujudkan hukum materil menjadi kenyataan (cara melaksanakan hukum
pajak materil). Hukum iini memuat antara lain:
a. Tata cara penyelanggaraan (prosedur) penetapan
suatu utang pajak.
b. Hak fiskus untuk mengadakan pengawasan
terhadap para Wajib Pajak mengenai keadaan, perbuatan dna peristiwa yang
menimbulkan utang pajak.
c. Kewajiban Wajib Pajak misalnya
menyelenggarakan pembukuan/pencatatan, dan hak-hak Wajib Pajak misalnya
mengajukan keberatan atau banding. Contoh: Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.
Pada pajak penghasilan (PPh) dan pajak
pertambahan nilai (PPN), hukum pajak formil dan materil terpisah. Hukum pajak
formil untuk kedua jenis pajak tersebut adalah UU No. 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) sebagaimana diubah terakhir
dengan UU No16 Tahun 2009. Artinya, kewajiban dan hak WP dalam urusan PPh dan
PPN dapat kita temukan pada UU KUP.
Berbeda dengan hukum pajak formil, hukum
pajak materil PPh terpisah dengan hukum pajak materil PPN. Hukum pajak
materil PPh adalah UU No. 7 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan UU
No. 36 Tahun 2008, sedangkan untuk PPN adalah UU No. 8 Tahun 1983 sebagaimana
diubah terakhir dengan UU No. 42 Tahun 2009.
Paparan diatas adalah Sambutan dari Kepala
Sub-Direktorat Peraturan KUP dan PPSP Direktorat Peraturan Perpajakan I dalam
acara Pembukaan DTSS Manajemen Waskon Angkatan II dan DTSS KUP Menengah
Angkatan II di Aula Gedung B BPPK. DTSS Manajemen Waskon Angkatan II dan DTSS
KUP Menengah Angkatan II yang diselenggarakan oleh Pusdiklat Pajak mulai
tanggal 13 sampai dengan 17 Mei 2013 di Gedung A BPPK dibuka secara resmi
oleh Kepala Sub-Direktorat Peraturan KUP dan PPSP Direktorat Peraturan
Perpajakan I DJP.
TEORI-TEORI PEMUNGUTAN PAJAK
Atas dasar apakah negara mempunyai hak
untuk memungut pajak..? terdapat beberapa teori yang menjelaskan atau
memberikan justifikasi hak kepada negara untuk memungut pajak. Teori-teori
tersebut antara lain adalah :
1.Teori Asuransi
Negara
melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak rakyatnya.Oleh karena itu
rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai suatu premi asuransi
karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut.
2.Teori Kepentingan
Pembagian
beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan (misalnya perlindungan)
masing-masing orang, semakin besar kepentingan seseorang terhadap negara, makin
tinggi pajak yang harus dibayar.
3.Teori Daya Pikul
Beban
pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak harus dibayar sesuai
dengan daya pikul masing-masing orang. Untuk mengukur daya pikul dapat digunakan
2 pendekatan yaitu:
·Unsur objektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan
yang dimiliki oleh seseorang.
·Unsur subjektif, dengan memperhatikan besarnya kebutuhan materiil
yang harus dipenuhi.
4.Teori Bakti
Dasar
keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dapat negaranya.Sebagai
warga negara yang berbakti, rakyat harus selalu menyadari bahwa pembayaran
pajak adalah sebagai suatu kewajiban.
5.Teori Asas Daya Beli
Dasar
keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak.Maksudnya memungut pajak berarti
menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga
negara.Selanjutnya negara akam menyalurkannya kembali ke masyarakat dalam
bentuk pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian kepentingan
seluruh masyarakat lebih diutamakan
TEORI-TEORI
PEMUNGUTAN PAJAK
I.
Pendahuluan
Berbagai teori yang dikemukakan oleh para ahli fisuf
tentang asal mula negara dan kedaulatan, baik teori yang dikemukakan oleh
Thomas Hobbes, John Locke, dan Jean Jacques Rousseau pada akhirnya
berkesimpulan bahwa jauh sebelum zaman Romawi dan Yunani Kuno serta zaman
Fir’aun di Mesir, telah ada suatu wadah yang menguasai dan memerintah penduduk.
Le Contract
Social atau perjanjian masyarakat yang dikemukakan oleh Rousseau adalah teori yang
menjawab pertanyaan mengapa penduduk atau rakyat harus patuh pada pemerintah
negaranya. Dalam teori ini Rousseau memfiksikan bahwa penduduk di zaman dahulu
yang hidupnya di dalam gua-gua atau di atas pohon dan bukit serta terpisah
dalam kelompok-kelompok kecil, akan merasa lebih kuat apabila mereka bersatu,
baik dalam menghadapi musuh, binatang buas maupun bencana alam. McConnell dan
Brue mengemukakan fungsi pemerintah di bidang ekonomi (the economic functions of government). Salah satu fungsi[1][1] tersebut ada
kaitannya dengan perpajakan yakni redistributing
income and wealth, dimana pajak khususnya penerapan tarif pajak yang
progresif akan dapat mewujudkan fungsi ini.
Ada berbagai sumber Penghasilan suatu negara, antara
lain:
1. Kekayaan alam
2. Laba Perusahaan Negara
3. Royalti
4. Retribusi
5. Kontribusi
6. Bea
7. Cukai
8. Denda
9. Pajak
Negara yang dikaruniai hasil alam yang melimpah, selain
hasilnya untuk kebutuhan negerinya sendiri, juga dapat menjual hasil alam
tersebut ke negara lain. Hasil penjulan itu dapat merupakan penghasian atau
pendapatan negaranya.
Negara dapat membentuk perusahaan dalam bentuk Perusahaan
Negara, yang di Indonesia dikenal sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Laba
dari BUMN dapat merupakan penghasilan negara. BUMN didirikan dengan UU No. 9
tahun 1969, Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 1 tahun 1969 tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara, dimana Perusahaan Negara
dibedakan menjadi:
1. Perusahaan Jawatan (Perjan)
2. Perusahaan Umum (Perum)
3. Perusahaan Perseroan (Persero)
Selanjutnya negara dapat memberikan hak kepada pihak
ketiga seperti swasta asing, domestik untuk mengolah dan mengusahakan alam,
hutan dengan berbagai hasil kayunya, tanah dengan berbagai hasil tambangnya,
serta laut dengan berbagai jenis ikannya.
Pemberian hak izin oleh pemerintah pusat maupun daerah
kepada pihak swasta untuk mengusahaan alam misalnya mengusahakan hutan,
menimbulkan suatu kewajiban membayar sejumlah uang tertentu kepada negara, yang
disebut royalti. Royalti disini adalah imbalan karena mendapat izin dari Pemda
untuk mngelola hasil alam.
Dalam memberikan jasa-jasa tertentu, negara dapat
melakukan pungutan yang disebut retribusi kepada penduduk tertentu yang langsung
menikmati jasa yang diberikan negara, misalnya retribusi sampah, penggunaan
areal parkir, dll.
Kontribusi adalah pungutan yang diakukan pemerintah
kepada sejumlah penduduk yang menggunakan fasilitas yang telah disediakan oleh
pemerintah. Dalam menyediakan fasiitas tersebut pemerintah telah mengeluarkan
sejumlah biaya. Kontribusi yang dipungut adalah untuk mengganti biaya yang
telah dikeluarkan pemerintah.
Pemerintah berwenang untuk memungut bea pada waktu ada
barang-barang yang masuk atau keluar daerah.
Pemerintah juga berwenang untuk memungut cukai pada waktu
pembuatan rokok, gula, alkohol, dll.
Pemerintah berwenang untuk mengenakan denda kepada
penduduk yang melanggar ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah. Misalnya
denda karena melanggar rambu lalu lintas.
Yang akan menjadi perhatian dalam makalah ini adalah
salah satu sumber penghasilan negara, yang sejarahnya dikenal di seluruh dunia,
yakni pajak-pajak dengan segala bentuk dan jenisnya, yang telah berkembang
melalui berbagai tingkat perjuangan dan tidak mustahil berlumuran keringat dan
darah bagi pembayarnya, tapi penuh kenikmatan dan kemewahan bagi para
pemungutnya, hal ini terjadi pada Kerajaan-kerajaan yang menganut absolut
monarki, misalnya Perancis dibawah Louis XIV (1638-1715).
Sebagai suatu beban, pada mulanya eksistensi pajak
menimbulkan pro dan kontra. Yang pro pada umumnya adalah penguasa seperti raja
dan bangsawan, sedangkan yang kontra adalah rakyat biasa yang memikul beban
pajak tersebut seperti petani, nelayan dan pedagang.
II.
Pembahasan
Makalah ini akan mengemukakan asas-asas pemungutan pajak
dan alasan-alasan yang menjadi dasar bagi fiskus suatu negara sehingga
menyebabkan fiskus/negara yang bersangkutan merasa punya wewenang untuk
memungut pajak dari penduduk wilayahnya. Dengan kata lain apakah yang menjadi
dasar bagi fiskus suatu negara sehingga fiskus tersebut beranai mengambil
dengan paksa harta atau penghasilan penduduknya? Atau secara mudah dirumuskan
apakah yang menjadi justifikasi dari pemungutan pajak?
Untuk mendapatkan justifikasi pemungutan pajak maka
dalam hukum pajak telah timbul beberapa teori yang termasuk dalam asas
pemungutan pajak menurut falsafah hukum, yakni:
1. Teori asuransi
2. Teori kepentingan
3. Teori bakti
4. Teori gaya pikul
6. Teori pembangunan
1. Teori Asuransi
Mengapa fiskus suatu negara berhak memungut pajak dari
penduduknya? Menurut teori asuransi, fiskus berhak memungut pajak dari
penduduk, karena negara dianggap identik dengan perusahaan asuransi dan wajib
pajak adalah tertanggung yang wajib membayar premi dalam hal ini pajak. Negara
yang berhak memungut pajak itu, menurut teori ini, melindungi segenap
rakyatnya.
Namun teori ini mempunyai kelemahan, antara lain tidak
adanya imbalan yang akan diberikan negara jika tertanggung dalam hal ini wajib
pajak menderita resiko. Sebab sebagaimana kenyataannya, negara tidak pernah
memberi uang santunan kepada wajib pajak yang tertimpa musibah. Lagi pula kalau
ada imbalan dalam pajak, maka hal itu sebenarnnya bertentangan dengan definisi
pajak itu sendiri.
2. Teori
Kepentingan
Para penganut teori ini mengatakan, bahwa negara berhak
memungut pajak dari penduduknya, karena penduduk negara tersebut mempunyai
kepentingan kepada negara. Makin besar kepentingan penduduk kepada negara, maka
makin besar pula perlindungan negara kepadanya.
Sama dengan teori asuransi, teori ini mempunyai kelemahan
antara lain tentang fungsi negara untuk melindungi segenap rakyatnya. Negara
tidak boleh memilih-milih dalam melindungi penduduknya. Jika misalnya di suatu
RT terjadi kebakaran, apakah hanya mereka yang sudah bayar pajak yang dibantu
dan diselamatkan oleh petugas mobil kebakaran?
Disamping itu jika ditinjau dari unsur definisi pajak,
maka adanya hubungan langsung atau kontra prestasi (dalam hal ini kepentingan
waji pajak) telah menggugurkan eksistensi pajak itu sendiri.
3. Teori Bakti
Teori ini boleh dikatakan sama dengan teori kedaulatan
negara pada mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum. Penduduk harus tunduk atau patuh
kepada negara, karena negara sebagai suatu lembaga atau organisasi sudah eksis,
sudah ada dalam kenyataannya. Teori bakti mengajarkan, bahwa penduduk adalah
bagian dari suatu negara, penduduk terikat pada keberadaan negara, karenannya
penduduk wajib membayar pajak, wajib berbakti kepada negara.
Penganut teori bakti menganjurkan untuk membayar pajak
kepada negara dengan tidak bertanya-tanya lagi apa yang menjadi dasar bagi
negara untu memungut pajak. Karena organisasi atau lembaga yakni negara telah
ada sebagai suatu kenyataan, maka penduduknya wajib secara mutlak membayar
pajak, wajib berbakti kepada negara.
4. Teori Gaya
Pikul
Teori gaya pikul sebenarnya tidak memberikan jawaban atas
justifikasi pemungutan pajak. Teori ini hanya mengusulkan supaya dalam memungut
pajak, pemerintah harus memperhatikan daya pikul dari wajib pajak. Jadi wajib
pajak membayar pajak sesuai dengan daya pikulnya.
Ajaran teori ini ternyata masih dapat bertahan sampai
sekarang, yakni seorang wajib pajak tidak akan dikenakan pajak penghasilan atas
seluruh penghasilan kotornya. Suatu jumlah yang dibutuhkan untuk mempertahankan
hidupnya haruslah dikeluarkan terlebih dahulu sebelum dikenakan tarif pajak.
Jumlah yang dikeluarkan itu disebut penghasilan tidak
kena pajak, kebutuhan minimum kehidupan atau pendapatan bebas pajak.
5. Teori Asas Gaya
Beli
Menurut teori ini justifikasi pemungutan pajak terletak
pada efek atau akibat pemungutan pajak. Di hampir seluruh negara pemungutan
pajak membawa efek atau akibat yang positif. Misalnya tersedianya dana yang
cukup untuk membiayai pengeluaran umum negara. Karena efeknya baik, maka
pemungutan pajak adalah juga bersifat baik.
6. Teori
Pembangunan
Teori –teori yang disebutkan di atas berusaha memberi
justifikasi kepada pemerintah unutk memungut pajak. Untuk Indonesia justifikasi
yang paling tepat adalah pembangunan, pajak dipungut untuk pembangunan. Dalam
kata pembangunan terkandung pengertian tentang masyarakat yang adil, makmur,
sejahtera lahir batin, yang jika dirinci lebih lanjut akan meliputi semua
bidang dan aspek kehidupan seperti ekonomi, hukum, pendidikan sosial budaya
dst. Karena dana yang dipungut yang berasal dari pajak dipergunakan untuk
pembangunan yang membuat rakyat menjadi lebih adil, lebih makmur dan lebih sejahtera,
maka di sinilah letak justifikasinya. Pajak dipergunakan untuk pembangunan,
sehingga dapatlah dikatakan adanya suatu teori pembangunan disamping teori gaya
beli dan teori lainnya yang disebut di atas.
Selain teori-teori yang telah dikemukakan di atas, masih
ada teori dalam perumusan atau nama lain yang memberi pembenaran secara
filosofis terhadap pemungutan pajak yakni exchange
atau contracti atau reciprocity theory dan organic theory.
Exchange atau contract atau reciprocity theory mengajarkan bahwa pajak adalah semata-mata suatu
jumlah tertentu yang diberikan penduduk kepada pemerintah untuk mengganti jasa
pemerintah yang bertugas antara lain melindungi penduduk.
Organic theory mengajarkan
bahwa penduduk secara bersama-sama mempunyai kewajiban secara alamiah untuk
menunjang negara dengan cara membayar pajak. Ajaran ini juga mengakui adanya
timbal balik antara pemerintah dan penduduk, melainkan penduduk dalam arti
bersama-sama.
Selain asas pemungutan pajak menurut falsafah hukum,
masih ada tiga asa pemungutan pajak yakni:
Asas Yuridis
Asas ini mengemukakan supaya pemngutan pajak harus
didasarkan pada undang-undang. Untuk Indonesia hal ini sesuai dengan delapan
kata yang tercantum dalam pasal 23 ayat 1 UUD 1945 yang berbunyia: “Segala
pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang”.
Walaupun sampai dengan awal tahun 2003 naskah UUD 1945
telah mengalami empat kali perubahan, akan tetapi rumusan pasal, Pasal 23 ayat
2 dan penjelasannya tidaklha berubah.
Sampai dengan akhir tahun 2002, terdapat sembilan
undang-undang perpajakan sebagai undang-undang organik dari pasal 23 UUD 1945.
Dalam GBHN 1988 pernah disebutkan bahwa: “Semua jenis pungutan dan pajak harus
didasarkan atas peraturan perundang-undangan” dan bahwa, “Pungutan yang tidak
berdasarkan undang-undang harus dicegah untuk menghindari ekonomi biaya tinggi
dan memberatkan masyarakat banyak”. Amanat ini sebenarnya merupakan penekanan
dari pasal 23 Uud1945.
Asas Ekonomis
Asas ini menekankan supaya pemungutan pajak jangan sampai
menghalang-halangi prodksi dan perekonomian rakyat.
Asas Finansial
Asas ini menekankan supaya biaya-biaya yang dikeluarkna
untuk memungut pajak haruslahh jauh lebih rendah daripada jumlah pajak yang
terpungut.